Kalkulasi Utang Anda
Apabila kita berutang, wajar kalau
kita tahu persis berapa jumlah keseluruhannya dan jadwal cicilannya. Kalau tidak, barangkali utang kita memang
sudah terlampau banyak untuk diingat satu per satu, dan ini sangat
berbahaya! Seyogianya angka-angka utang
tak pernah lepas dari benak kita.
Membebani juga sih, tetapi mungkin ini lebih baik daripada melupakan
angka-angka itu. Kalau mau membagi utang
atas beberapa kelompok, (“Hei! Kalau anda mesti mengelompokkan utang, ini
pertanda utang anda cukup banyak dan bermacam-macam , lho!) patokan yang paling sederhana adalah memisahkan atas : utang
investatif (atau – supaya tidak bertele-tele – bisa dianggap sama dengan utang
produktif atau utang modal kerja bagi mereka yang memanfaatkan utang untuk
memperkembangkan usaha ); dan utang konsumtif.
Utang investatif adalah utang
yang kita pergunakan untuk berinvestasi, yaitu membeli sesuatu yang nilainya
berpeluang naik secara relatif pasti.
Untuk pribadi, contoh jenis utang ini adalah utang atau kredit atas
rumah (tanah beserta bangunan) yang biasanya cenderung bertambah nilainya,
(kecuali anda keliru membeli rumah di lokasi rawan banjir). Selain itu, utang atas biaya pendidikan
mungkin masih layak dimasukkan sebagai utang investatif.
Utang konsumtif adalah utang yang
kita pergunakan untuk mendapatkankenikmatan (melalui pembelian suatu barang
atau jasa), sedangkan nilainya bersifat berkurang atau habis terpakai. Ambil kredit atas kendaraan bermotor, alat
elektronik, sampai mencicil kasur super-empuk tergolong utang konsumtif.
Di antara kedua macam utang di
atas, jelas, utang investatif/produktif-lah yang paling wajar diperjuangkan
untuk dicicil secara taat. Artinya, bila
anda sampai harus merelakan mobil kreditan anda ditarik kembali oleh krediturnya,
ya apa boleh buat; tetapi
pertahankanlah rumah dan alat produksi anda dari ancaman penyitaan dengan
mendahulukan membayar cicilannya.
Mulailah mengingat utang dari
yang nilai cicilannya paling besar, karena jenis utang inilah yang bisa dengan
cepat dan dahsyat akan menggulung kita apabila dilalaikan. Namun ini tidak berarti utang kecil dapat
dianggap sepele.
Pelajari juga tunggakan apabila
ada. Dalam skenario “bunga – berbunga”
tunggakan akan selalu menyusahkan.
Andaikata anda mengalami kesulitan dalam menghitung besaran pertambahan
bunga dan biaya lain-lain yang timbul akibat keterlambatan mencicil, cobalah
hubungi pihak (bank) kreditur untuk mencari tahu bagaiamana kalkulasinya.
Setelah mengetahui nilai dan
posisi utang, susunlah strategi membayarnya.
Kalau besaran utang melampaui jumlah penghasilan anda, emang repot, tetapi perlahan-lahan dan
sedikit demi sedikit anda perlu melunasinya, sambil mengencangkan lagi ikat
pinggang serta teristimewa menutup mata terhadap semua godaan konsumtif.
Utang yang timbul karena
kebutuhan primer, apalagi bersifat investatif, tak perlu terlalu disesali.
Andaikata kita mengkredit rumah, kita memang membutuhkannya, bukan? Dengan cara berhitung bagaimanapun, kredit
rumah sendiri selalu lebih ekonomis daripada mengontrak. Supaya tetap punya tempat berteduh, cicilan
kredit rumah harus didahulukan.
Dalam kapasitas berbeda, kredit
kendaraan (mobil atau motor) pun sebetulnya layak dan penting
diprioritaskan. Pembayaran kredit
kendaraan bermotor yang sehari-hari kita pakai untuk kepentingan transportasi
sesunguhnya sangat wajar jika didahulukan.
Cuma, dibandingkan dengan kredit rumah, kredit kendaraan bermotor memang
lantas menjadi urusan nomor dua.
Kredit-kredit atas barang
konsumtif (TV plasma layar lebar, home theatre
lengkap, kulkas dua pintu sejajar, handphone
atau komunikator canggih, dan aneka alat elektronik sarana hiburan yang serba
mahal) adalah jenis utang yang sepatutnya kita sesali, andaikata kemudian kita
tercekik membayar cicilannya. Mungkin,
ekstremnya, lebih baik merugi sekaligus dengan membiarkan barang konsumtif yang
cicilannya kemudian menjadi sangat merepotkan tersebut disita kembali oleh
krediturnya, daripada pusing memikirkan cicilannya dari bulan ke bulan.
Kredit barang konsumtif hampir
selalu berarti merugi. Contoh yang
paling jelas adalah kredit atas telepon genggam. Umpamanya kita mencicil sebuah hp (handphone) bernilai Rp 1 juta dengan
bunga 20% setahun. (Asal tahu saja,
bunga kredit konsumtif umumnya emang amat tinggi). Jadi, total kita harus membayar Rp 1,2 juta
dalam – katakanlah – 12 kali mencicil tanpa uang muka, yaitu Rp 100 ribu per
bulan. Sesudah mencicil 10 bulan,
biasanya hp (baru) sejenis sudah
turun harganya menjadi hanya separuh dari harga saat pertama diluncurkan
(=waktu kita membeli)! Kesimpulannya, hp yang sedang kita pegang dan belum
lunas ini kini cuma bernilai kurang dari Rp 500 ribu (karena bekas pakai, bukan
baru, sedangkan yang baru pun hanya Rp 500 ribu); sementara kita sudah membayar
Rp 1 juta dan masih harus membayar cicilannya 2 X Rp 100 ribu lagi!!! Lebih menyakitkan lagi, setelah lunas
mencicil, ketika mencari tahu berapa nilai hp
kita, eh, sambil bersungut-sungut
pura-pura serius, juru taksir toko berkata,”Hmmm
… paling banter seratus ribu!”
Comments
Post a Comment