Guntur Ngebut, Bung Karno Sewot


Entah mimpi apa malamnya… pulang sekolah Guntur kena semprot bapaknya. Suatu siang, sepulang sekolah pengawal mencegat Guntur yang berjalan beriringan dengan adiknya, Megawati. Keduanya diberi tahu, sudah ditunggu Bapak di meja makan. Seketika, Guntur dan Mega bergegas masuk kamar masing-masing, berganti pakaian, dan segera menuju ruang makan Istana Merdeka. Ini peristiwa tahun 1962 yang dituturkan Guntur dalam bukunya, “Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku”.

“Hei kamu, sini duduk di samping Bapak,” kata Bung Karno demi melihat anaknya memasuki ruang makan. “Salam dulu tuh sama Om Chaerul,” imbuh Bung Karno. Spontan Guntur pun menyapa, “Halo om…,” berkata begitu Guntur mengulurkan tangan hendak bersalaman. Tergopoh-gopoh Chaerul menyambut tetapi dengan tangan kiri… “Waaah… bagaimana ini salamannya, tangan om kotor… pakai tangan kiri sajalah….” sahut Chaerul Saleh yang memang tengah santap siang menggunakan tangan.

“Nah, itu Mega! Dis, ini Pak Chaerul, ayo salam,” kata Bung Karno demi melihat Mega muncul di meja makan. Bung Karno memanggil Mega dengan sebutan Dis… Gadis….

Mengobrollah Bung Karno dan Chaerul Saleh, salah satu menteri di kabinetnya tentang politik. Guntur dan Mega asyik makan, keduanya menilai obrolan Bapak dan om Chaerul begitu rumit… politik dan politik.

Ibarat ritme, obrolan pun mulai mengendor manakala Bung Karno dan Chaerul Saleh mengalihkan topik tentang pemuda. Bung Karno mencontohkan Chaerul sebagai tokoh pemuda saat melawan Jepang. Bung Karno juga menyinggung betapa para pemuda pada zaman itu begitu patriotik, gigih dan sederhana. Sebaliknya, Bung Karno mengkritik beberapa sikap generasi muda pada tahun itu.

Tibalah saatnya Bung Karno ingat akan suatu peristiwa yang kemudian menyodok sudut amarah di hatinya. “Oh ya! Masih dalam hubungan dengan pemuda sekarang! Aku dapat laporan dari kepolisian, kau setir mobil seperti setan di jalanan, sampai-sampai itu adiknya Baby Huwae kau tabrak! Ya… apa… ndak!” berkata begitu Bung Karno melotot ke arah Guntur.

Guntur yang belum selesai makan benar, gelagapan dibuatnya…. Setengah gugup ia menjawab, “Y…y…y… ya pak tapi yang salah dia.”

Bung Karno tambah meradang mendengar jawaban Guntur, putra sulungnya. Ia semprot lagi, “Tidak peduli siapa yang salah. Pokoknya kau setir seperti setan… iya apa ndak! Awas! Jangan sekali-kali lagi! Sekali lagi aku dengar, Bapak perintahkan bakar kau punya mobil!”

Guntur pun terdiam. Kemudian Chaerul Saleh sang menteri mencoba mencairkan suasana, “Tur… apa yang Bapak katakan itu betul… sebaiknya kalau mengendarai mobil perlahan-lahan saja, supaya aman. Bila terjadi kecelakaan, yang akan susah toh Bapak juga….”

Tak diduga, tak dinyana…. Bung Karno balik menatap tajam ke arah Chaerul dan berkata keras, “Heeeh…!!! Rul !!! Dia ini nyetirnya gila-gilaan lantaran kau! Dikira aku tidak tahu?!” Mendapat semprotan Presiden, Chaerul ciut juga…. Bung Karno melanjutkan kalimatnya, “Ya memang! Aku dapat laporan kau dan Guntur sering balap-balapan di daerah Kebayoran, persisnya di Jalan Sisingamangaraja dan Senopati. Dan aku dapat laporan juga bahwa sekarang ini tukang-tukang becak di daerah Cikini semuanya lari ketakutan diserempet kalau melihat mobil Kharman Ghia merah kepunyaan kalian! Kai ini memang terlalu Rul!!! Jij… itu menteriku!!! Jadi jangan ngros-boy!”

Chaerul berkata pelan. Pelaaan sekali, “Yaah… sesekali pak….”

Singkat cerita, sesi Bung Karno memarahi Guntur dan Chaerul akibat gemar kebut-kebutan itu pun selesai. Bung Karno dan Chaerul melanjutkan obrolan politik di kamar Bung Karno. Guntur menunggu di dekat mobil Chaerul di tempat parkir. Tak lama, Chaerul keluar kamar Bung Karno dan menuju mobil.

“Om… bapak masih marah?” sapa Guntur kepada Chaerul.
  “Ah… tidak…” Kemudian Chaerul dan Guntur pun membuat rencana… rencana yang biasa dilakukan keduanya, kebut-kebutan. “Om tidak ada acara. Ayo ke Sisingamangaraja… OK?”


Guntur sigap menjawab, “Beres om! Lima menit lagi saya ada di sana!” Berkata begitu, Guntur menghambur ke parkiran mobilnya, VW Kharman Ghia warna merah. Distarter dan dikebutlah ke arah Kebayoran Baru…. (roso daras)


Comments

Popular posts from this blog

Apa itu Blog ?

Si Uban dan Nasihatnya

Bertaqarrub kepada Allah